Sejarah Singkat KALOSARA

 
Raja Putri WEKOILA yang dikenal sebagai peletak dasar terbentuknya kerajaan KONAWE sekaligus sebagai Raja (SANGIA) pada awal abad ke XI Masehi/Tahun 1150 Masehi adalah Pencipta atau Penemu atribut KALOSARA.

Sebelum munculnya WEKOILA yang dimitoskan sebagai Raja turunan Raja Dewa dari kayangan (TOONO ARI I WAWO SANGIA) digambarkan bahwa suasana Pemerintahan dan keadaan penduduk tanah KONAWE yang wilayahnya meliputi daratan Tenggara Pulau Sulawesi berada dalam suasana kacau balau, tidak ada pemimpin/raja yang mengendalikan pemerintahan dan tidak ada aturan taat tertib yang mengatur masyarakat, yang ada hanya para TOONO MOTUO ditiap kampung (OKAMBO) dan para PU'UTOBU yang mengendalikan pemerintahan. Digambarkan lebih lanjut bahwa kekacauan ini, sudah berlangsung sejak abad ke VII Masehi, sebagai akibat dari terjadinya perang saudara segi tiga antara kerajaan MOKOLE) Padangguni, Kerajaan (MOKOLE) Besilutu dan Kerajaan (MOKOLE) WAWOLESEA. Dalam perang tersebut kerajaan Padangguni yang berpusat di Abuki tampil sebagai pemenang.

Dalam suasana kacau balau inilah muncul seorang Puteri cantik di istana Raja NDOTONGANO WONUA (MOKOLE Padangguni) di Abuki dengan mengaku dan memperkenalkan diri sebagai seorang yang diutus oleh Raja DEWA PENGUASA DUNIA ATAS (SANGIA I WAWO SANGIA) untuk mengatasi kekacauan dan ditugaskan membentuk Kerajaan KONAWE dan menjadi Rajanya.

Untuk membuktikan dirinya adalah utusan Raja Dewa dari Kayangan, maka ia (WEKOILA) mempekenalkan kepada Raja NDOTONGANO WONUA sebuah benda ajaib yang dititipkan oleh Raja Dewa kepadanya yaitu benda "KALO". WEKOILA menjelaskan bahwa benda KALO tersebut dimaksudkan sebagai suatu benda sakti yang bila digunakan untuk memerintah dan memulihkan situasi yang melanda seluruh tanah KONAWE akan dapat kembali aman, tertib, damai dan bersatu.

Dari penjelasan tersebut, maka Raja NDOTONGANO WONUA menerima baik keinginan WEKOILA dengan syarat harus bersedia mengawini puteranya yang bernama RAMANDALANGI sebagai suaminya. WEKOILA pun menerima syarat itu dan mereka pun dinikahkan.

Setelah mereka menikah, Raja NDOTONGANO WONUA memerintahkan WEKOILA dan suaminya RAMANDALANGI untuk memindahkan pusat Kerajaan Padangguni dari Abuki ke Unaaha. Setelah berada di Unaaha, WEKOILA memanggil para kepala kampung beserta penduduk disekitar Unaaha guna maksud menjelaskan maksud keberadaannya bersama suaminya di Unaaha, yaitu untuk mempersatukan penduduk tanah KONAWE dibawah kepemimpinannya sekaligus memperkenalkan benda KALO yang dibawanya dari kayangan itu.

Sesudah itu, ia memerintahkan penduduk untuk membuat duplikat KALO sesuai bentuk aslinya. Setelah selesai WEKOILA memilih penduduk yang kuat-kuat dan memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk mengundang semua kepala kampung dan kepala wilayah di seluruh tanah KONAWE dengan masing-masing yang diutus membawa KALO yang diberi wadah pengalas dengan kain putih bersih (BALATU) dan peralatan dapur yang disebut SIWOLE UWA sebagai pemuliaan dan pengagungan benda titisan dewa dan sebagai pengganti diri WEKOILA agar mereka datang ke Unaaha.

Setelah undangan WEKOILA diterima oleh para kepala kampung dan kepala wilayah, mereka pun berangkat menuju ke Unaaha dan bertemu serta mendengarkan penjelasan dari WEKOILA tentang maksud keberadaannya di Unaaha sekaligus tentang kedudukan benda KALO. Setelah mendengarkan penjelasan WEKOILA, semua para undangan sepakat mengangkat WEKOILA sebagai Raja sekaligus menetapkan KALO sebagai Regalia (Benda Adat Kebesaran Kerajaan) Konawe yang menandai pulihnya kembali situasi pemerintahan Konawe dibawah kepemimpinan SANGIA I WEKOILA.

Mulai saat itulah benda KALO ditetapkan sebagai benda symbol pengganti diri SANGIA pada setiap pengambilan keputusan di lingkungan masing-masing. Mereka juga sepakat memberi nama benda KALO itu sebagai PEOWAI artinya sebagai aturan yang akan diberlakukan diseluruh wilayah tanah Konawe.

Mereka juga sepakat mengikuti petunjuk WEKOILA untuk menggunakan KALO pada setiap urusan Perkelaminan, Perselisihan Pemulihan Perdamaian, Upacara Penggantian dan Pelantikan Penguasa Adat setempat, Upacara Perkawinan dan berbagai upacara adat lainnya. Termasuk sepakat menetapkan petugas yang diberi kepercayaan untuk menjalankan/memegang atribut tersebut adalah Pabitara atao Tolea. Dan menyepakati petunjuk WEKOILA tentang ukuran KALO serta sasaran penggunaannya dibagi dalam 3 kategori yaitu:

  1. Golongan Bangsawan (Anakia) menggunakan KALO ukuran sebesar tubuh manusia dewasa
  2. Golongan Menengah (Susundo’ono Motuo) menggunakan KALO ukuran sebesar bahu manusia dewasa; dan
  3. Golongan Masyarakat Biasa (Toono dadio/Pakambo) menggunakan KALO ukuran sebesar Kepala atau lutut manusia dewasa
sumber:

Komentar